Yogyakarta, 18 Januari 2024 – Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani (STITMA) Yogyakarta menggelar seminar pengembangan institusi pada Sabtu malam (18/1). Kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat langkah strategis menuju perubahan bentuk institusi ini menghadirkan Prof. Dr. H. Syamsun Ni’am, M.Ag., seorang pakar pengelolaan perguruan tinggi. Acara tersebut dihadiri oleh Ketua STITMA, Ustadz Amrin Mustofa, S.Ud., M.H., para dosen, dan tenaga kependidikan STITMA.
Dalam sambutannya, Ustadz Amrin Mustofa menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. Ni’am atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, serta apresiasi kepada seluruh peserta yang hadir. Ia menekankan pentingnya pertemuan ini sebagai kesempatan belajar bersama untuk meningkatkan kualitas institusi. “Kesempatan ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya, berdiskusi, dan menggali ilmu dari para ahli demi membawa STITMA ke arah yang lebih baik,” ujar Ustadz Amrin.
Prof. Ni’am membuka paparannya dengan menyoroti pentingnya mematuhi ketentuan PMA No. 15 Tahun 2023, khususnya dalam pengajuan perubahan bentuk institusi menjadi universitas. Ia menjelaskan pengalaman mendampingi berbagai institusi, seperti Universitas Islam Cordova, UNISU, dan IAIN Pangandaran, yang sukses melewati proses pengajuan. Dalam pemaparannya, beliau menegaskan pentingnya menyusun dokumen pengajuan sesuai dengan template yang ditentukan agar tidak menyulitkan proses visitasi. Beberapa persyaratan penting yang disampaikan meliputi struktur akademik yang terdiri atas minimal 3 fakultas dan 6 program studi untuk universitas, serta 2 fakultas dan 4 program studi untuk institut. Selain itu, setiap program studi harus memiliki minimal 5 dosen homebase, dan luas tanah yang dimiliki institusi minimal 10.000 meter persegi, meskipun tidak harus berada di satu lokasi.
Pada aspek sarana dan prasarana, Prof. Ni’am menekankan pentingnya keberadaan perpustakaan yang dilengkapi dengan buku-buku relevan atau alternatif seperti e-library dan e-journal. Selain itu, laboratorium penunjang juga harus disiapkan sesuai kebutuhan program studi, seperti ruang sidang untuk Akhwal Syakhsiyah, laboratorium kajian tafsir untuk Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT), serta bank mini untuk program studi Ekonomi Islam. Ia juga menyebutkan pentingnya laporan keuangan institusi selama 3 tahun terakhir sebagai salah satu syarat administrasi. Kendala utama yang sering dihadapi adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM), terutama dosen dengan jabatan fungsional seperti Lektor Kepala atau Guru Besar.
Kegiatan ini diwarnai dengan diskusi interaktif, di mana peserta mengajukan berbagai pertanyaan kepada Prof. Ni’am. Salah satu topik yang dibahas adalah legalitas tanah yang masih atas nama pribadi. Prof. Ni’am menjelaskan bahwa hal tersebut dapat diatasi melalui pengurusan surat pernyataan resmi atas nama yayasan. Pertanyaan lain terkait dosen dari luar negeri yang ingin dijadikan homebase juga dijawab dengan tegas, bahwa dosen homebase harus merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Selain itu, beliau juga menyarankan agar keunggulan program studi dibandingkan institusi lain dicantumkan dengan menonjolkan keunikan STITMA sebagai institusi berbasis pesantren.
Di akhir sesi, Prof. Ni’am menyampaikan pesan bahwa pengelolaan perguruan tinggi bukanlah hal yang mudah. Hal ini membutuhkan kerja keras, komitmen, dan waktu dari seluruh elemen institusi. Ia juga mengingatkan agar STITMA terus memperbarui sistem informasi, seperti PDDIKTI dan website resmi, agar tetap relevan di era digital. “Perguruan tinggi yang tidak dirawat dengan baik lambat laun akan tertinggal,” tegasnya. Kegiatan ini diakhiri dengan doa bersama dan harapan agar STITMA dapat terus berkembang menjadi institusi yang unggul dan kompetitif di masa depan.
Penulis: Faiz Naufal